Minggu, 31 Maret 2024

Peramal 16 (Pengalaman Ramadan Athar Luana)

#cerita15

Nuzulul Quran

Athar duduk di samping Ayahnya di dalam masjid dengan penuh hikmat. Mereka berdua mengikuti peringatan Nuzulul Quran yang diadakan setelah shalat sunah tarawih. Masjid dipenuhi jamaah dan juga diterangi dengan cahaya lampu yang lembut, menciptakan suasana yang tenang dan penuh hikmah.


Setelah semua jamaah berkumpul, Ustadz memulai ceramahnya tentang makna dan pentingnya peringatan Nuzulul Quran. Athar mendengarkan dengan penuh khusyuk, matanya terpancar antusiasme untuk memahami lebih dalam pesan yang disampaikan.

Ustadz menjelaskan, "Nuzulul Quran adalah momen penting dalam sejarah umat Islam, di mana Allah menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup manusia. Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad."

Ayah tersenyum pada Athar, memberikan isyarat bahwa mereka sedang memperoleh pengetahuan yang berharga. Athar menyimak setiap kata yang diucapkan oleh Ustadz, ingin memahami betapa besar nilai dan keutamaan Al-Quran.

Ustadz melanjutkan, "Meskipun kita mungkin tidak mampu menghafal seluruh Al-Quran, namun kita bisa mengamalkan satu ayat atau bahkan sepersepuluh darinya. Yang penting adalah bagaimana kita meresapi dan mengaplikasikan ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari."

Athar memperhatikan kata-kata Ustadz dengan serius. Dia berpikir bahwa walaupun dia masih belajar, dia bisa memulai dengan mengamalkan satu ayat Al-Quran setiap harinya. Dia merasa semakin termotivasi untuk mendalami isi Al-Quran dan mengambil pelajaran darinya.

Ustadz melanjutkan, "Salah satu cara untuk mengamalkan isi Al-Quran adalah dengan mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Misalnya, jika kita membaca tentang kasih sayang, maka kita bisa berusaha menjadi lebih penyayang kepada sesama. Atau jika kita membaca tentang kesabaran, maka kita bisa mengasah kesabaran kita dalam menghadapi ujian hidup."

Setelah ceramah selesai, Athar dan Ayah keluar dari masjid dengan hati yang dipenuhi rasa syukur. Athar bertanya pada Ayah, "Ayah, apakah kita bisa mulai mengamalkan satu ayat Al-Quran setiap hari?"

Ayah tersenyum bangga pada putranya, "Tentu saja, Athar. Itu adalah langkah yang sangat baik. Kita bisa memulainya dengan berpegang pada nilai-nilai yang diajarkan dalam Al-Quran untuk menjadi pribadi yang lebih baik."

Athar merasa senang mengetahui bahwa dia bisa memulai perjalanan spiritualnya dengan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Quran. Mereka berdua meninggalkan masjid dengan semangat baru, siap untuk menerapkan ajaran Al-Quran dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Peramal 15 (Pengalaman Ramadhan Athar Luana)

#cerita15

Membeli Takjil

Athar mengakhiri sholat Ashar dengan khidmat, berdiri sejenak untuk berzikir sebelum duduk bersila di sajadah. Setelah mengucapkan salam, ia membaca doa-doa pribadi, merasakan ketenangan hati dalam kesunyian sore yang sepi.


Baru saja ia hendak bangkit dari sajadahnya, Ibu memanggilnya dari luar pintu kamar, "Athar, sudah selesai sholat? Ayo, temani Ibu pergi beli takjil untuk berbuka."

Athar bangkit dengan tenang, mengatur nafasnya sejenak sebelum menjawab, "Iya, Ibu, Saya akan bersiap-siap sebentar."

Ibu tersenyum membalas, "Baik, Nak. Ayo, jangan sampai kita terlambat."

Athar menyiapkan dirinya dengan cepat, mengenakan sandal dan memastikan uang saku yang ia bawa cukup. Setelah itu, mereka berdua melangkah bersama ke luar rumah menuju tempat penjual takjil.

Mereka tiba di tempat penjual takjil yang sudah ramai oleh pengunjung. Athar dan Ibu mengamati deretan hidangan berbuka yang menggoda. "Ayo, Athar, pilihlah yang kau suka," ajak Ibu.

Athar memandang-lihat menu takjil dengan seksama, memutuskan pilihan-pilihannya. "Pak, saya ingin pesan satu mangkok kolak untuk Ayah di rumah," ucapnya pada penjual kolak yang sedang sibuk.

"Sedangkan saya ingin pesan gorengan yang renyah dan gurih, serta beberapa buah-buahan segar," tambah Ibu pada penjual lainnya.

Athar lalu memilih dimsum yang lezat untuk Luana, "Bu, bolehkah saya belikan dimsum untuk Luana? Dia pasti senang," ucapnya sambil menunjukkan kantong uang yang dia bawa.

Ibu tersenyum, "Tentu saja, Nak. Itu ide yang baik. Luana pasti akan senang dengan kejutanmu."

Setelah itu, Athar memilih lontong dan es kelapa muda untuk dirinya sendiri. "Ibu, saya ingin sekali mencoba lontong dan es kelapa muda untuk berbuka. Maukah Ibu membelikannya untuk saya?"

Ibu mengangguk, "Tentu, Nak. Kita ambil sekarang."

Saat menunggu pesanan mereka diproses, Athar dan Ibu sempat berbincang-bincang dengan penjual takjil dan pengunjung lainnya, menciptakan atmosfer yang hangat dan ramah.

Setelah membeli semua takjil yang mereka inginkan, Athar dan Ibu pulang ke rumah dengan hati yang penuh kegembiraan. Mereka berdua telah menyiapkan hidangan berbuka yang lezat untuk keluarga tercinta. 

Mereka tiba di rumah dengan membawa bawaan takjil yang telah mereka beli. Langit sudah mulai merona oranye memasuki waktu berbuka puasa, memberi sinyal kepada mereka bahwa saatnya untuk bersiap-siap menyambut berbuka.

Athar dan Ibu segera masuk ke dapur, meletakkan takjil-takjil yang mereka beli di atas meja. Ibu membuka bungkusan buah-buahan segar, sementara Athar menata mangkok kolak dan dimsum dengan rapi.

"Semuanya terlihat begitu lezat," ucap Ibu sambil tersenyum bangga melihat hidangan berbuka yang mereka siapkan.

Athar memeriksa jam di dinding, "Hampir waktunya berbuka puasa, Ibu. Ayah dan Luana pasti sudah menunggu."

Mereka berdua kemudian duduk bersama di sekitar meja, menunggu dengan sabar hingga suara adzan Maghrib berkumandang. Saat adzan terdengar, mereka segera membaca doa bersama-sama, lalu mengambil kurma untuk memulai berbuka.

"Dari mana kalian beli takjilnya? Semuanya terlihat begitu lezat," tanya Ayah sambil mengambil segelas air putih.

Athar dan Ibu tersenyum senang, "Kami pergi ke penjual takjil di pasar, Ayah. Kami memilih sendiri makanan yang kami sukai," jawab Athar.

Setelah itu, mereka bersama-sama menikmati hidangan berbuka puasa yang telah disiapkan dengan penuh kasih sayang. Suasana hangat dan kebersamaan terasa begitu kental di ruang makan.

Luana sangat senang melihat takjil yang dibeli Athar dan Ibu. "Terima kasih, Athar, Ibu! Semuanya terlihat enak sekali," ucapnya sambil tersenyum.

Athar dan Ibu saling pandang, merasa bahagia bisa membuat Luana senang dengan kejutan takjil mereka.

Saat mereka menikmati hidangan bersama, obrolan ringan dan tawa mengisi ruangan, menambah kehangatan suasana di malam yang penuh rahmat ini.

Rabu, 27 Maret 2024

Peramal 14 (Pengalaman Ramadhan Athar Luana)

#cerita14

Athar Luana telat bangun Sahur

Malam itu, suara orang membangunkan sahur bergema di langit yang masih gelap. Athar dan Luana terlelap di atas tempat tidur mereka, membiarkan suara itu seperti melintas begitu saja. Mereka tidur terlalu larut malam, terbuai oleh cerita-cerita Ramadan yang mereka bagikan bersama.


Ibu mereka berusaha membangunkan mereka dengan lembut. "Athar, Luana, bangunlah, sudah waktunya sahur," ucap Ibu dengan suara lembut, berusaha menembus alam mimpi mereka.

Namun, Athar dan Luana masih terlena dalam tidurnya, dengan mata yang masih terpejam rapat. "Hmmp, lima menit lagi, Ibu," gumam Athar dalam tidurnya.

Luana yang mendengar itu, bergumam pelan, "Ya, lima menit lagi, Ibu. Kami masih mengantuk."

Ibu tersenyum penuh kesabaran. "Kalian harus bangun sekarang. Sebentar lagi imsak, sahur adalah berkah di bulan Ramadan," desak Ibu lagi, berharap mereka segera bangun.

Athar akhirnya membuka sebelah matanya. "Apa? Sudah sahur?" tanyanya sambil menggosok-gosok mata yang masih berkantung.

"Sudah, Athar. Bangunlah, jangan sampai ketinggalan makan sahur," pinta Ibu lagi sambil menepuk lembut pundak Athar.

Luana bergumam pelan, "Ayo, Athar, kita bangun. Kita tidak boleh melewatkan sahur."

Dengan susah payah, Athar dan Luana akhirnya bangun dari tidur mereka yang nyenyak. Mereka berdua menggosok-gosok mata dan beranjak dari tempat tidur.

"Apa kita masih bisa sahur, Ibu?" tanya Athar sambil menggaruk-garuk kepalanya yang masih terasa pusing karena tidur terlalu larut.

"Iya, masih sempat, nak. Ayo, cepat bersiap," jawab Ibu sambil tersenyum dan bergerak menuju dapur untuk menyiapkan sahur.

Athar dan Luana segera bersiap-siap, masih dengan langkah yang teramat ngantuk. Mereka duduk di meja makan, menikmati hidangan sahur yang disiapkan oleh Ibu.

"Terima kasih, Ibu," ucap Luana sambil tersenyum. "Kami berdua hampir saja melewatkan sahur."

"Sama-sama, nak. Sahur itu penting untuk memberi energi kita menjalani puasa seharian," jawab Ibu sambil memberikan senyuman hangat.

Athar menambahkan, "Iya, terima kasih, Ibu. Kami akan mencoba lebih awal untuk bangun sahur lagi besok."

Ayah yang mendengar itu, memberikan semangat kepada mereka berdua, "Bagus, anak-anakku. Puasa kalian akan menjadi lebih berkah jika kalian bisa bangun sahur dengan lebih awal. Semangat terus!"

Athar dan Luana tersenyum mendengar kata-kata Ayah. Mereka merasa diinspirasi untuk menjadi lebih baik, tidak hanya dalam menjalankan ibadah puasa, tetapi juga dalam kedisiplinan dan ketekunan mereka.

Minggu, 24 Maret 2024

Peramal 13 (Pengalaman Ramadhan Athar Luana)

#cerita13

Mukena baru Aisyah


Suasana Ramadan telah memenuhi kehidupan Luana dan Aisyah. Keduanya adalah sahabat karib yang selalu menemani satu sama lain dalam beribadah, terutama shalat tarawih di masjid setiap malam. Namun, suatu malam ketika shalat tarawih, Luana melihat mukena Aisyah yang sudah lusuh dan ada bagian yang ditambal dengan kain. Luana merasa sedih melihat kondisi mukena sahabatnya itu.


Setelah shalat selesai, Luana menghampiri Aisyah dengan hati yang penuh kekhawatiran. "Aisyah, maaf ya kalau aku ikut campur urusan pribadimu, tapi aku melihat mukenamu sudah sangat usang. Apakah kamu butuh bantuan untuk mendapatkan mukena yang baru?" tanya Luana dengan lembut.

Aisyah tersenyum tipis, "Terima kasih, Luana. Ya, memang benar mukenaku sudah agak rusak. Tapi, aku belum bisa membeli yang baru karena beberapa alasan."

Luana memahami situasi Aisyah. Setelah shalat, dia pulang dengan hati yang berkobar ingin memberikan sesuatu yang istimewa untuk sahabatnya itu.

Keesokan harinya, Luana bercerita kepada Ibunya tentang mukena Aisyah yang sudah rusak. Ibunya tersentuh mendengar cerita tersebut. "Nak, itu tindakan mulia dari hatimu. Kita harus selalu peduli dengan sesama," ujar Ibunya dengan lembut.

Ibu Luana kemudian pergi ke pasar untuk membelikan mukena baru untuk Aisyah. Dia memilih mukena yang cantik dan nyaman, sesuai dengan selera Aisyah.

Setelah pulang dari pasar, Ibu memberikan mukena tersebut kepada Luana. "Bawa ini dan berikanlah kepada Aisyah dengan penuh kebaikan, nak," ucap Ibu sambil memberikan mukena itu kepada Luana.

Luana merasa senang dan bersyukur atas kebaikan Ibu. Dia berjanji akan memberikan mukena tersebut kepada Aisyah dengan hati yang tulus.

Ketika mereka bertemu lagi di masjid untuk shalat tarawih, Luana menyimpan mukena baru itu dalam tasnya. Setelah shalat selesai, Luana mendekati Aisyah dengan senyum ceria. "Aisyah, aku punya sesuatu untukmu. Ini sebagai tanda persahabatan kita," ucap Luana sambil mengeluarkan mukena baru dari dalam tasnya.

Aisyah terkejut melihat mukena baru tersebut. Matanya berbinar-binar. "Luana, apa ini? Sungguh, aku tidak tahu harus berkata apa. Terima kasih banyak!" ucap Aisyah dengan suara yang terharu.

Luana tersenyum bahagia melihat reaksi Aisyah. "Tidak perlu terima kasih, Aisyah. Kita selalu saling mendukung dan peduli, bukan? Semoga mukena ini bisa menemanimu dalam beribadah dengan nyaman," ucap Luana dengan hangat.

Keduanya kemudian berpelukan dalam kebahagiaan atas persahabatan mereka yang begitu indah.

Sabtu, 23 Maret 2024

Peramal 12 (Pengalaman Ramadhan Athar Luana)

#cerita12
Sahur di rumah Mbah Uti

Athar, Luana, Ayah, dan Ibu bersiap-siap untuk menginap di rumah Mbah Uti, nenek mereka yang tercinta, untuk menjalankan sahur bersama. Mereka sangat antusias menghabiskan malam di rumah Mbah Uti, terutama karena Mbah Uti selalu memanjakan mereka dengan hidangan lezat.


Ketika tiba di rumah Mbah Uti, mereka disambut dengan hangat oleh Mbah Uti yang tersenyum cerah. "Selamat datang, cucu-cucuku tersayang!" sambut Mbah Uti dengan penuh kebahagiaan.

Athar dan Luana langsung merasa betah di rumah Mbah Uti. Mereka senang bisa berkumpul bersama nenek tercinta di malam Ramadan yang penuh berkah ini.

Setelah berbincang sejenak, mereka bersiap-siap untuk tidur, karena mereka harus istirahat dan besok pagi akan makan sahur bersama.

Tepat pukul 03.00 pagi mereka bangun dan bersiap menikmati sahur bersama. Mbah Uti telah menyiapkan hidangan sahur favorit mereka, yaitu bubur ayam dan kolak pisang yang harum dan lezat.

"Sahur kali ini pasti sangat istimewa," kata Ayah dengan senyum menggembirakan.

Athar dan Luana langsung mencicipi hidangan sahur yang lezat. Mereka merasa sangat bersyukur atas hidangan enak yang disiapkan Mbah Uti di bulan Ramadan yang suci ini.

"Menunya enak sekali, Mbah. Terima kasih banyak," ucap Luana dengan tulus.

Mbah Uti tersenyum bahagia mendengar pujian dari cucunya. "Senang rasanya bisa menyajikan makanan untuk kalian, nak. Semoga Allah senantiasa memberkahi kita semua," ucapnya penuh doa.

Setelah menikmati sahur, mereka bersiap untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Mereka berkumpul di ruang tengah, membentuk shaf yang rapi, siap menyambut waktu sholat.

Ayah memimpin sholat subuh, sementara Athar berdiri di belakangnya sebagai makmum. Luana, Ibu, dan Mbah Uti juga bergabung dalam shaf yang sama.

Mereka melaksanakan sholat subuh dengan khusyuk dan penuh khidmat. Suara bacaan Al-Quran mengalun indah di ruang tengah, memenuhi hati mereka dengan ketenangan dan keberkahan.

Setelah selesai sholat, mereka duduk bersama untuk melakukan dzikir dan berdoa. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan penuh rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada mereka.

"Sungguh, malam ini begitu penuh berkah. Terima kasih Mbah Uti telah menyediakan hidangan sahur yang lezat," ujar Ibu sambil tersenyum.

"Semoga kita semua diberkahi dan dilimpahkan rahmat-Nya di bulan Ramadan ini," tambah Athar dengan penuh keyakinan.

Pada akhirnya, hari itu menjadi momen yang penuh berkah bagi keluarga Athar dan Luana. Mereka merasa sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama di rumah Mbah Uti, sambil menjalankan ibadah di bulan Ramadan yang mulia.