Uraikan secara singkat sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia !
Mempelajari sejarah bangsa selalu memberikan rasa penasaran, karena banyak hal yang terjadi dimasa lalu yang perlu kita ketahui. Sejak bangsa ini belum merdeka, kemudian merdeka, hingga masa saat ini, sejarah bangsa Indonesia patut untuk diketahui.
Sejarah pergerakan kebangsan perlu secara lengkap disampaikan kepada peserta
Latsar CPNS meskipun pada pendidikan formal sebelumnya sudah mereka peroleh,
namun pemahaman yang dibutuhkan adalah untuk menjadi dasar pemahaman
tentang wawasan kebangsaan secara lebih komprehensif. Fakta-fakta sejarah dapat
dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia terbangun dari serangkaian
proses panjang yang didasarkan pada kesepakatan dan pengakuan terhadap
keberagaman dan bukan keseragaman serta mencapai puncaknya pada tanggal 17
Agustus 1945.
Hari Kebangkitan Nasional
Hari Kebangkitan Nasional dilatarb elakangi
terbentuknya organisasi Boedi Oetomo di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 sekira pukul
09.00. Para mahasiswa sekolah dokter Jawa di Batavia (STOVIA) menggagas sebuah
rapat kecil yang diinisiasi oleh Soetomo. Soetomo menyampaikan gagasan Wahidin Soedirohoesodo tentang
pentingnya membentuk organisasi yang memajukan pendidikan dan kebudayaan di
Hindia Belanda. Tanpa disadari, rapat
kecil tersebut sesungguhnya menjadi titik awal dimulainya pergerakan nasional
menuju Indonesia Merdeka. Juni 1908 tercatat sebagai berdirinya Boedi Utomo. Soewarno mengatakan, “Boedi Oetomo
berdiri untuk memperbaiki keadaan rakyat kita, terutama rakyat kecil”
Oktober 1908, kongres pertama Boedi Oetomo di Gedung Sekolah Pendidikan Guru
(Kweekschool) Yogyakarta. Hanya dalam waktu 5 (lima) bulan saja, Boedi Oetomo sudah beranggotakan +
1.200 orang. Pada September 1909, anggota
Boedi Oetomo mencapai + 10.000 orang. Kongres terakhir Boedi Oetomo tercatat
pada bulan Agustus 1912 yang kemudian memilih Pangeran Ario Noto Dirodjo
sebagai ketua.
Pada 1908, beberapa mahasiswa Indonesia di Belanda mendirikan sebuah organisasi
perkumpulan pelajar Indonesia yang bernama Indische Vereeniging (IV). Sebagian usul untuk
membentuk perhimpunan yang akan didirikan ini menjadi cabang dari Boedi Oetomo
(BO) ditolak, terutama oleh dokter Apituly dari Ambon. Penolakan ini
memperlihatkan bahwa ada suatu rasa kesamaan asal di antara mahasiswa bahwa
mereka adalah “saudara sebangsa”, karena perkumpulan yang dibentuk hendaknya
tidak hanya beranggotakan orang Jawa saja tetapi semua suku di Hindia Belanda.
Di awal tahun 1925
Indonesische Vereeniging mengubah namanya, menggunakan terjemahan Melayu,
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di bawah kepengurusan ketua baru Soekiman
Wirjosandjojo diputuskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia yang berusaha
dicapai lewat strategi solidaritas, swadaya, dan nonkooperasi, tidak hanya perlu
memperhatikan aspek “kesatuan nasional” tetapi juga “kesetiakawanan
internasional”.
Sumpah Pemuda
Penetapan tanggal 28 Oktober sebagai
Hari Sumpah Pemuda dilatarbelakangi Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada
tanggal 28 Oktober 1928 di Indonesische Clubgenbouw Jl. Kramat 106 Jakarta. Kongres
Pemuda II sendiri merupakan hasil dari Kongres Pemuda I yang dilaksanakan pada
tanggal 2 Mei 1926 di Vrijmetselaarsloge (sekarang Gedung Kimia Farma) Jalan Budi
Utomo Jakarta Pusat. Kongres tersebut diikuti oleh beberapa perwakilan organisasi
pemuda di Hindia Belanda, antara lain : Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Islamieten Bond, Sekar Roekoen, Jong Bataks Bond, Jong Stundeerenden, Boedi
Oetomo, Indonesische Studieclub, dan Muhammadiyah.
Muhammad Yamin, seorang pemuda berusia 23 tahun yang saat itu menjadi Ketua
Jong Sumatranen Bond, menyampaikan sebuah resolusi setelah mendengarkan
pidato dari beberapa peserta kongres berupa 3 (tiga) klausul yang menjadi dasar dari
Sumpah Pemuda, yaitu :

Penggunaan Bahasa Melayu yang diusulkan oleh Muhammad Yamin menjadi
kontroversi saat Kongres Pemuda I, barulah setelah diganti menjadi Bahasa Indonesia
pada Kongres Pemuda II, kontroversi tersebut dapat berakhir dan menjadi sebuah
kesepakatan. Saat Kongres Pemuda II untuk
pertama kalinya, Lagu Kebangsaan Indonesia dikumandangkan. Wage Rudolf
Soepratman, seorang pemuda yang berusia 25 tahun meminta waktu kepada
Soegondo Djojopoespito, pemimpin rapat saat itu, untuk memperdengarkan sebuah
lagu yang berjudul “Indonesia”. Membaca syair Lagu Indonesia, Soegondo
Djojopoespito kemudian memutuskan lagu tersebut hanya akan dikumandangkan
secara instrumentalia tanpa syair dan Wage Rudolf Soepratman dapat menerima
untuk kemudian mulai memainkan biolanya mengumandangkan Lagu Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan
Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI diawali dengan menyerah Jepang kepada
Tentara Sekutu. Mendengar Jepang menyerah, tanggal 14 Agustus 1945 pukul
14.00, Sjahrir yang sudah menunggu Bung Hatta di rumahnya menyampaikan
pendapatnya bahwa sebaiknya Bung Karno sendiri yang menyatakan Kemerdekaan
Indonesia atas nama rakyat Indonesia melalui perantaraan siaran radio.
Tanggal 15 Agustus 1945 pagi
hari, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mr. Soebardjo menemui Laksamana Muda Maeda
di kantornya untuk menanyakan tentang berita menyerahnya Jepang. Maeda
membenarkan bahwa Sekutu menyiarkan tentang menyerahnya Jepang kepada
Sekutu, namun Maeda sendiri belum mendapat pemberitahuan resmi dari Tokyo.
Pada tanggal 16 Agustus PPKI segera melaksanakan rapat dan semua
anggota PPKI saat itu memang sudah berada di Jakarta dan menginap di Hotel des
Indes. Bung Hatta menginstruksikan kepada Mr. Soebardjo agar seluruh angggota
PPKI hadir di Kantor Dewan Sanyo Kaigi tanggal 16 Agustus 1945.
Pada tanggal yang sama Soebadio Sastrosastomo dan Soebianto menemui Bung
Hatta di rumahnya dan mendesak Bung Hatta sama seperti desakan Sjahrir. Bung
Hatta berusah menjelaskan semua langkah yang akan dilakukan oleh PPKI dan Bung
Karno. Kedua pemuda tersebut tidak mau mendengar sehingga timbul pertengkaran
antara mereka dengan Bung Hatta. Kedua pemuda tersebut bahkan menuduh Bung
Hatta tidak revolusioner, Bung Hatta kemudian memilih untuk tidak menanggapi
kedua pemuda tersebut.
Malam harinya pukul 21.30, saat Bung Hatta sedang mengetik konsep Naskah
Proklamasi untuk dibagikan kepada seluruh anggota PPKI, Mr. Soebardjo datang
menemui Bung Hatta dan mengajak Bung Hatta ke rumah Bung Karno yang sudah
dikepung para pemuda. Yang mendesak agar Bung Karno segera memproklamirkan 9
Kemerdekaan Indonesia. Bung Karno tetap pada pendiriannya dan menolak desakan
para pemuda. Bung Karno berkata “Ini leherku, setelah
aku ke pojok sana, dan sudahilah nyawaku malam ini juga, jangan menunggu sampai
besok !”.
Pagi tanggal 16 Agustus 1945, setelah makan sahur, Soekarni dan rekan-rekannya
mendatangi rumah Bung Hatta, mengancam apabila Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
tidak memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
15.00 pemuda, rakyat dan mahasiswa akan melucuti Tentara Jepang, sementara Dwi
Tunggal Soekarno-Hatta akan dibawa ke Rengasdengklok untuk melanjutkan
pemerintahan.
Dwi Tunggal Soekarno-Hatta selanjutnya dibawa ke Rengasdengklok.
Namun, sekitar pukul 18.00, Mr. Soebardjo datang untuk menjemput Dwi Tunggal
Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Pukul 22.30, Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
menemui Mayor Jenderal Nishimura didampingi Laksamana Muda Maeda dan
penterjemah Tuan Miyoshi dengan tujuan untuk memberitahukan tentang rencana
rapat PPKI tanggal 17 Agustus 1945 pukul 13.00 dikarenakan batalnya rapat PPKI
tanggal 16 Agustus 1945.
Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
kemudian mengadakan rapat kecil bersama-sama dengan Mr. Soebardjo, Soekarni,
dan Sayuti Melik. Tidak seorangpun diantara mereka yang saat itu membawa Teks
Proklamasi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945 atau yang dikenal dengan Piagam
Jakarta.
Sekitar pukul 03.00, gemuruh tepuk tangan mengisi ruangan rapat. Sebelum menutup
rapat, Bung Karno mengingatkan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00
Teks Proklamasi akan dibacakan di muka rakyat di halaman rumahnya Jl. Pegangsaan
Timur 56. Saat itu Bulan Ramadhan, dimana umat Islam sedang melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan. Pukul 10.00 Teks Proklamasi dibacakan, Sang Saka Merah
Putih dikibarkan, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan sebagai
pertanda Indonesia telah menjadi negara merdeka dan berdaulat
Dari uraian rangkaian sejarah kebangsaan di atas, terlihat bahwa kekuatan para
Tokoh Pendiri Bangsa ini (founding fathers), yaitu saat menjelang kemerdekaan
untuk menyusun suatu dasar negara. Pemeluk agama yang lebih besar (mayoritas
Islam) menunjukan jiwa besarnya untuk tidak memaksakan kehendaknya. Bunyi
Pembukaan (preambule) yang sekarang ini, bukan seperti yang dikenal sebagai
“Piagam Jakarta”. Hal ini juga terjadi karena tokoh-tokoh agama Islam yang dengan
kebesaran hati (legowo) menerimanya. Di samping itu, komitmen dari berbagai
elemen bangsa ini dan para pemimpinnya dari masa ke masa, Orde Lama, Orde Baru,
dan Reformasi yang konsisten berpegang teguh kepada 4 (empat) konsensus dasar,
yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal Ika.
Salam Kenal
Salam Literasi
Salam Indrakeren
See You