Selasa, 22 September 2020

Genting yang terkejut

Assalamu'alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh

Silaturrahmi itu menambah rezeki, Amin

Selamat Pagi para Pejuang Pendidikan, semoga selalu sehat, semangat, dan bahagia dalam melakukan aktifitas setiap hari serta selamat berwisata membaca di blog sederhana ini. 

Kemarin, sejak sore hari langit terlihat kelabu, semakin lama semakin hitam jika diperhatikan. Udara disekitar juga semakin dingin diikuti sesekali bunyi geludug dikejauhan yang terdengar sayup di telinga. Biasanya jika sudah seperti ini, cuaca akan segera meneteskan butiran air dari langit. Namun hingga selepas magrib tetesan air dari langit tidak kunjung turun, mungkin seperti hari-hari yang lalu, hanya cuaca saja yang menandakan akan turun tetesan air, namun pada kenyataannya tidak terjadi.

Terkadang apa yang terpikirkan benar-benar terjadi, namun hal sebaliknya juga ada kemungkinan merubah apa yang kita sedang pikirkan. Seperti tetesan air yang tak kunjung turun yang kita anggap tidak akan hujan. Pada kenyataannya sepulang dari masjid hujan turun dengan lebat diiringi suara gemuruh dilangit yang tidak samar lagi, sekarang terdengar jelas dan membuat takut dua bocah kecil di dalam rumah.

Hujan deras turun kemarin malam turun hampir 25 menit. Hujan seakan balas dendam setelah lama tak turun kepermukaan bumi. Mengairi saluran air yang kering, membasahi tanah yang berdebu, dan memasuki pori-pori tanah yang lama tak berjumpa dengan air dari langit, sehingga persediaan air banyak kembali dan memudahkan tugas sang pompa air yang selama ini harus dipancing agar air di dalam tanah bisa tersedot. 

Setelah 25 menit hujan mereda. Setelah diguyur hujan suasana menjadi sejuk, bau tanah yang habis terkena air tercium wangi sekali. Tak lama berselang speker masjid memanggil dengan suara Adzannya yang sudah tidak asing, hujan seakan-akan mengetahui waktu Isya akan datang, dan dengan seketika hujan berhenti. 

Perjalanan kemasjid malam itu terasa dingin, sejuk dan nyaman sekali tidak seperti biasanya. AC masjid yang biasanya sudah menyala untuk menyambut para jamaah, malam itu sengaja dimatikan. Tidak terasa empat rokaat terlewati ditutup dengan salam, tahlil, tahmid serta doa. Satu persatu jamaah meniggalkan masjid, untuk bergegas melangkah agar cepat sampai di rumah, karena ternyata tetesan air hujan turun kembali.

Hujan kali ini tidak sederas hujan bada magrib tadi, namun cukup membuat sajadah yang sengaja menutupi kepala basah terkena tetesannya. Dua bocah kecil menyambut manja, seakan lama sekali Ayahnya keluar rumah. BLEGARRR, suara gledek membuat dua bocah kecil ini kocar kacir, lucu sekali tingkah mereka, walaupun saya juga kaget akibat suara gledek yang terdengar besar tadi.

Hujan yang tadi tidak terlalu besar, kini turun lebih deras dari yang tadi. Suara di atas genting bukan lagi tik tik, seperti yang sering kita dengar pada sebuah lagu ciptaan Ibu Soed, kali ini suaranya lebih jelas terdengar dari dalam rumah. Mungkin genting pun terkejut terkena jatuhan air dari langit yang sangat banyak dan lebat. Hujan kali ini lebih lama dari yang sebelumnya, sudah lama deras pula, dua bocah kecil yang berlindung di bawah meja membuat suasana yang khawatir menjadi jenaka dengan tingkah polah mereka berdua.

Hujan yang tidak kunjung reda mengakibatkan air yang tadinya turun di atas genting, perlahan namun pasti air masuk secara perlahan dari sela sela genting yang rupanya benar-benar terkejut malam itu. Awalnya setetes dan satu tempat, ada juga rembesan yang mirip aliran air sungai didinding. Bocoor...Ayah...Bocor, teriakan dua bocah kecil memberitahukan kejadian yang jarang mereka lihat sebelumnya, sambil berlarian mencari ember seakan-akan mengerti apa yang dipikirkan Ayahnya.

Pukul sembilan malam hujan tidak kunjung reda, namun dua bocah kecil sudah kelelahan dan terlelep tidur. Tinggallah Ayah sendiri berusaha untuk mengatasi air yang tadinya masuk ke dalam rumah dengan cara menetes, sekarang sudah masuk dengan cara yang berbeda, mengucur bebas serta deras tepat masuk ke ember-ember yang nampaknya hampir penuh. Ternyata Genting benar benar terkejut dan tidak menyangka hujan akan deras dan lama seperti ini. 

Kain Pel serta beberapa lap menjadi bukti keterkejutan genting dengan datangnya hujan yang deras tadi, hingga masuk ke dalam rumah tanpa bisa dihindari. Mulailah kain pel dan beberapa lap membersihkan air yang masih membasahi di lantai dan tetap masih ditemani ember yang sudah bekerja keras sejak tadi menampung air agar tidak lebih parah membasahi lantai.

Hujan telah berhenti, Kain pel serta beberapa lap sudah kembali keposisi walaupun sekarang dalam keadaan basah. Ember beristirahat kembali di kamar mandi, lantai yang tadi basah karena air yang mengucur dari genting yang terkejut sudah kering tak ada lagi, serta Ayah bisa beristirahat bersama dua bocah kecil dan juga istri.

Apa yang akan terjadi esok, terhadap genting yang terkejut ?

Selamat Tidur ๐Ÿ˜‰ 


Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Salam Literasi, Salam Indrakeren

8 Comments:

  1. Menikmati gemercik air hujan yang masuk ke rumah, perlu senyuman dan kesabaran

    BalasHapus
  2. Saya ikut membayangkan "kesibukan" sang Ayah. Bukan main.

    BalasHapus
  3. Melekat dalam bayangan suasana hujan dengan cangkir beserta uap panasnya

    BalasHapus
  4. Kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dg menahan rasa kantuk demi kasih sayang seorang ayah terhadap kedua buah hatinya. ๐Ÿ‘

    BalasHapus
  5. Cerita pribadi kesabaran pak Indra ya?
    Genting terkejut sama kaya pak Indra kalau lihat cewek cantik. Hehe...

    BalasHapus
  6. Bukan hanya genting yg terkejut, dua bocil jg terkejut mencari kolong meja ๐Ÿ˜€

    BalasHapus
  7. Masyallah luar biasa kata demi katanya๐Ÿ‘๐Ÿ‘lanjutkan ..๐Ÿ˜Š

    BalasHapus