Sabtu, 27 Februari 2021

Materi Stand Up Comedy : Banjir

Assalamu'alaikum.

Perkenalkan gue Indra, gue ini dari Ciledug.

Kota Ciledug ini ada di selatan Jakarta, yang membuat kota ini terkenal bukan karena ada di selatan Jakartanya. Ciledug terkenal karena Banjirnya. Hampir setiap musim penghujan bersilaturahmi ke Ciledug, para warganya salam-salaman deh tuh! Nama gue Indra, Nama gue Banjir. Sampai akhirnya kita akrab, jadi sahabat sampai sekarang. Makanya kalo banjir datang kita suruh masuk rumah, karena saking sangat akrabnya. Ayoo masuk-masuk, anggap aja rumah sendiri. Tau-tau gue keleleeep aja.

Ada moment yang tidak akan gue lupakan saat banjir. Tepatnya tahun 2006. Ini kisah nyata yang akan diangkat ke layar lebar, tapi boong. Jadi ceritanya gini, gue sama bapak sedang berusaha menyelamatkan harta benda yang tidak seberapa tapi harus mengantarkan nyawa untuk mengambilnya, hanya sebongkah emas, yang nantinya akan dijadikan modal untuk kuliah gue. 

Bapak masuk ke dalam rumah harta benda yang tidak seberapa. 

"Kak, tolong simpan dompet ini" kata Bapak yang keluar dari rumah sambil membawa beban hidup, (bukan-bukan maksud gue) dua buah dompet toko emas yang isinya mas-mas, gak mungkin donk masa mas-mas, berat banget bapak gue bawa mas-mas dari dalam rumah, pastinya emas donk yang dibawa!

"Ok!" jawab gue, langsung gue terima dan dimasukkan ke dalam kantong celana sebelah kanan.

Setelah dua dompet toko emas masuk dengan aman pada kantong celana sebelah kanan. Lewatlah sebuah kasur springbad di gang rumah gue. Langsung gue beli karcis buat naik. Gak mungkin donk, masa harus beli karcis segala. Itu kasur gue setopin pakai jempol, cie... kaya berentiin truk buat nebeng. 

Saat itu ketinggian air hampir seleher orang dewasa. Setelah kasur berhenti, trus pintunya kebuka, gak mungkin donkk. Gue naikin tuh kasur, sebelum kasur berlayar, gue lihat dulu kantong celana gue, (Ohhh... masih ada kantong celana gue) bukan-bukan maksud gue "Ohh... aman, emas masih ada, lagi kedinginan dan menggigil emasnya" pikir gue.

Ketika udah aman. Gue naik ke atas kasur dan langsung meluncur menerjang derasnya air banjir. Posisi gue itu saat menaiki kasur seperti orang yang sedang naik papan selancar di laut. Tau gak sih, yang tangan gue itu membentang dan badan gue itu condong ke depan. Pokoknya seperti orang main papan seluncur deh. Walaupun berseluncurnya diair rasa coklat kental manis lagi.

Itu kasur, gue naikin terus menerus, bolak-balik sampe licin itu kasur

Sampai akhirnya masalah besar muncul. Masalah yang tidak akan gue lupakan seumur hidup. Tiba-tiba bapak gue ngajak pulang. Lah kok ngajak pulang! Bingungkan, bingung gak? Bagaimana Bapak gue ngajak pulang, sedangkan Bapak gue ada di rumahnya sendiri. Mungkin Bapak gue hilang ingatan, otaknya kebanyakan kemasukan cokelat, jadi lupa sama rumahnya sendiri. (jadi saat banjir melanda, gue dan keluarga ngungsi di rumah kontrakan, nah rumah kontrakan itu yang menjadi rumah gue sementara saat banjir belum surut).

"Kak yuk ke atas (kontrakan terletak lokasi agak tinggi, sehingga tidak kebanjiran)" ajak Bapak.

"siap" jawab gue. sambil menerobos air banjir.

"Dompet emas aman kak" tanya Bapak.

"Ada ..." jawab gue terbata, saat mengetahui dikantong celana gue cuma ada mas-mas yang lagi kedinginan.

"Pak, dompet emasnya hilang" teriak gue ke Bapak.

Bapak gue cuma jawab santai, "jangan bercanda, ini bukan lagi kompetisi kak

"Ini serius Pak, dompetnya sedang snorkeling" jawab gue (pastinya gue gak jawab seperti itu)

Mulailah muka panik bapak terlihat. Muka-muka takut sama omelan istri. Muka gue gak kalah panik, muka-muka suram karena baru saja uang kuliah snorkeling di lautan cokelat.

Ditengah kepanikan Bapak dan gue, ada salah satu tetangga lewat karena kebawa arus

"Nyari apa Pak Haji" tanya tetangga gue, (panggil saja Pak Ulo) yang melihat kepanikan Bapak karena sedang mencari masa depan anaknya.

"Ini si Kakak jatuhin dompet isi Emas" jawab Bapak

"Ya.. Allah emang Mas-mas muat dimasukkan ke dompet" jawab Pak Ulo (bukan jawaban sebenarnya)

"Emas-emas Pak, bukan Mas-mas" Bapak mencoba menjelaskan.

Pak Ulo yang sudah memahami situasinya langsung snorkeling dengan peralatan lengkap. Gak mungkinkan kaya gitu. Pak Ulo hanya meraba-raba dengan kakinya di lokasi hilangnya dompet berisi emas tersebut, sampe-sampe yang diraba merasa geli.

"ini bukan dompetnya Pak Haji" teriak Pak Ulo sambil memperlihatkan temuannya

"bukan Pak Ulo, itukan pampers bekas Pak" jawab Bapak dengan tanpa ekspresi, datar!

"ini, sekarang pasti benar" teriak Pak Ulo lagi.

Bapak gue tidak menanggapi, sudah pasrah sepertinya.

"Pak Haji yang ini bukan" teriak Pak Ulo lagi, kali ini lebih keras, sekeras palu Thor.

Bapak menoleh dengan gerakan slow motion seperti dalam gerakan film Matrix "subhanaallah benar Pak Ulo, Ya Allah terimakasih Pak Ulo" ucap Bapak, seraya mengucapkan terimakasih.

"Satu lagi Pak Ulo" pinta Bapak dengan muka sedikit ngarep.

"ini, yaa Pak Haji" teriak Pak Ulo 

Kali ini Bapak langsung merespon dengan cepat, secepat the Flash

"Alhamdulillah, benar Pak Ulo. Terimakasih, terimakasih"

Gue berfikir, kok bisa Pak Ulo menemukan dua buah dompet berisi Emas dengan cara hanya diraba-raba. Apakah mungkin mata kaki Pak Ulo benar-benar bisa melihat. Apakah mungkin Mata Kaki Pak Ulo memakai kaca mata renang, sehingga mudah untuk melihat di dalam air.

Hal tersebut harus dipastikan, sehingga gue memutuskan untuk bertanya kepada Pak Ulo.

"Pak Ulo kok bisa menemukan dompet di dalam air" tanya gue kepada Pak Ulo.

Jawaban Pak Ulo cukup mengejutkan, karena jawabannya "cuma pakai ini kok Kak Indra" jawab Pak Ulo sambil memperlihatkan mata kakinya. Tiba-tiba mata kakinya ngedipin gue.

Dari kejauhan bapak gue teriak "Kak... kak... Alhamdulillah Mas-masnya masih ada. Cuma agak basah kumisnya dikit!"

Sekian dari gue, Wassalamualaikum

Salam Kenal
Salam Literasi
Salam Indrakeren

4 Comments:

  1. Bagus pak Indra, saya senyum- senyum bacanya. Ayo ukut stand up comedy.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo sudah ada yang senyum berarti ada progress nih... hihihi

      Hapus