Rabu, 03 November 2021

Mari hancurkan Writing Block

Kebuntuan menulis adalah sebuah keadaan ketika penulis merasa kehilangan kemampuan menulis atau tidak menemukan gagasan baru untuk tulisannya. Kehilangan kemampuan menulis dan membuat karya tulis baru tidaklah disebabkan oleh masalah komitmen atau kecakapan menulis.

Tulisan pada paragraf tersebut saya temukan saat saya berkunjung ke wikipedia. Wikipedia menjelaskan bahwa writing block merupakan sebuah keadaan ketika penulis merasa kehilangan kemampuan menulis. Terus terang saya pernah mengalami hal tersebut, bagaimana dengan kamu, anda dan kalian yang sedang berkunjung ke blog sederhana ini? Apakah pernah merasakan writing block?

Ini adalah bukti

Bulan september dan oktober merupakan bulan kelabu dalam kegiatan menulis saya. Kelabu karena mungkin saya sedang terkena sindrom writing block, itu mungkin loh! Hal tersebut bisa dikatakan benar jika melihat kegiatan menulis saya di blog ini. Menurut rekam digital yang ada di blog ini, pada bulan september dan oktober saya hanya menulis 7 artikel, dikit bangetkan! Mungkin saya terkena writing block saat itu. Sekarang saatnya saya bangkit, semoga!

Writing block semoga hancur

Terus terang artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul mental kepenulisan dari Ibu Ditta semalam. Sebenarnya saya mau sabar menunggu materi lanjutan dari Ibu Ditta, namun setelah saya melihat sesi tanya jawab sepertinya writing block sudah bisa dihancurkan.

Oleh sebab itu pertanyaan dan jawaban dalam diskusi di WIMP semalam saya resumekan kembali. Semoga resume ini akan membantu menghancurkan writing block yang hinggap pada diri saya di dua bulan terakhir. Lagi-lagi saya ucapkan semoga!

1. Writing block pada anak

Kegiatan menulis memang sudah kita kenal sejak usia dini. Tulisan pada tembok menjadi satu sejarah dalam hidup masa kecil kebanyakan anak di dunia. Nah, PR orangtua adalah ketika harus memindahkan coretan pada tembok ke dalam buku. Sering anak mengalami penolakan akan hal tersebut. Solusinya hanya satu, orangtua harus mengenali penyebabnya terlebih dahulu

Jangan terburu-buru mengajak anak dalam kegiatan menulis, bairkan anak merefresh hati dan otaknya terlebih dahulu. Selain itu bisa juga diajak jalan-jalan atau melihat foto sesuai tema yang ingin ditulis. Yang tidak kalah penting terus berikan motivasi membangun, agar anak semakin percaya diri dalam kegiatan menulis.

2. Mental menulis tidak siap

Menurut Ibu Ditta tidak ada kata tidak siap dalam menulis, tapi lebih tepatnya belum siap untuk menulis. Cara untuk siap menulis adalah mulai menulis, karena dengan menulis kita dapat tahu kekurangan dan kelebihan diri. Denang mulai menulis juga kita dapat mendapatkan koreksi dari komunitas atau orang yang membaca tulisan kita. Tujuannya tentu agar pada masa yang akan datang, tulisan kita menjadi lebih baik.

Tidak perlu terburu-buru untuk menulis. Tingkatkan sedikit demi sedikit, tingkatkan kemampuan dengan perlahan. Seperti kata guru blogger Indonesia, menulislah setiap hari dan buktikan apa yang akan terjadi. 

3. Akibat menunda, ide menghilang

Tulis garis besarnya atau bisa dikatakan tulis point-pointnya dalam bentuk mind map. Kalau pada pelajaran bahasa Indonesia biasa disebut kerangka pikiran. Lebih bagus lagi jika sudah dituliskan dalam bentuk daftar isi. Dengan adanya kerangka pikiran, insyaallah dapat lebih mudah untuk menyelesaikan tulisannya.

4. Malas membaca, itu juga writing block

Saya pernah membaca buku berjudul menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi yang ditulis oleh Om Jay. Dalam salah satu judul dalam bukunya ada yang menarik perhatian saya. Judul tersebut tertulis membaca adalah makanan utamaku, menulis adalah minuman pelepas dahagaku. Membaca tulisan tersebut memberi saya bukti bahwa membaca adalah jodohnya menulis.

Analogi Ibu Ditta lebih menarik lagi. Sebuah teko hanya bisa mengucurkan air bila berisi air kan ya? Begitu pula kaitan antara menulis dan membaca. Akan semakin mudah bagi penulis untuk menulis, ketika ia rajin membaca. Dengan membaca bisa menambah kosakata, menambah wawasan dan bisa mengetahui gaya tulisan. 

Membaca tak terbatas pada membaca buku saja. Membaca blog, koran, majalah, bahkan membaca "lingkungan" pun bisa jadi bahan inspirasi kita untuk menulis. Jika kita bertanya pada penulis hebat, yakinlah kita akan temukan bahwa mereka (para penulis hebat) adalah para pembaca ulung.

5. Bosan

Bosan adalah salah satu penyebab kita terserang Writer's Block. Bosan bisa jadi pertanda juga bahwa otak kita sedang lelah. Jadi, kalau saya sedang bosan sih ya rehat dulu sejenak. Lakukan hal-hal yang kita sukai. Membaca novel, menonton film, jalan-jalan, dan kulineran. Bisa jadi kan saat jalan-jalan kita justru dapat inspirasi baru. Akhrnya menulis lagi deh.

6. Pesimis pada kemampuan diri

Rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau ya, fren? Tapi, kalau terus sibuk memerhatikan rumput tetangga, kapan dong kita rawat rumput sendiri? Yang ada, kalau terus sibuk memerhatikan punya orang, apa yang kita miliki malah tak akan tumbuh dengan baik.

Solusi yang diberikan Ibu Ditta cukup simple. Menurut beliau kita pasti punya teman dekat bukan? Nah, coba deh share tulisan kita ke orang-orang terdekat dulu. Atau ke orang-orang yang punya passion sama. Misalnya dalam kelas menulis. Hal tersebut bisa memupuk basic dari rasa percaya diri kita. Yakin bahwa tulisan kita akan bermanfaat paling tidak untuk orang-orang yang kita sayangi. Asalkan rajin menulis dan semangat belajar, insya Allah lama lama tulisan kita pun akan enak dibaca.

7. Sibuk

Ini yang sering saya rasakan, kesibukan menglalihkan dunia menulisku (halaah). Namun memang tidak bisa dihindari, kesibukan merupakan tantangan yang nyata dalam dunia kepenulisan. Sering kali kegiatan menulis yang menjadi korban penundaan. 

Hal yang disarankan Ibu Ditta untuk mengurai kesibukan adalah dengan membuat schedule boardSchedule board digunakan untuk pengingat akan tanggung jawab yang sudah ditetapkan. 

8. Diserang Kritik

Kritik, takuuuuuut! Bukan takut untuk membaca atau mendengarnya, namun takut untuk memulainya kembali. Ibu Ditta mengambil kalimat motivasi dari Mahatma Gandhi. Mahatma Gandhi pernah berkata, "Tak ada yang bisa menyakiti diri kita selain kita sendiri."

Jadi, apakah sebuah kritikan bisa membuat down atau justru pemicu semangat tergantung pada orang yang mendapat kritikan. Seberapa cepat ia mampu untuk memilih bangkit kembali dari keterpurukan akibat sebuah kritikan.

Ibu Ditta juga memberikan tips, untuk menghadapi tips. Saat mendapat kritik, tenangkan diri (bisa dengan wudhu misalnya bagi yang muslim, berjalan-jalan, dsb). Yakinlah bahwa pelaut ulung selalu bersahabat dengan ombak besar. Pikirkan kembali apa isi kritikan tersebut. Evaluasi diri apakah kita memang harus berbenah atau kritikan tersebut hanya karena tidak suka? Mari bijak memilih mana kritik yang bisa kita abaikan dan mana yang sebaiknya kita pertimbangkan.

***

Tulisan ini tidak memuaskan, tulisan ini juga semoga masih banyak kurangnya. Namun, paling tidak writing block sudah bisa dicba untuk dihancurkan. Mari hancurkan writing block bersama, agar semakin produktif dalam berliterasi.

Salam Kenal
Salam Literasi
Salam Indrakeren
See You Tumorrow πŸ˜‰

16 Comments:

  1. Balasan
    1. Ssssttt... sama kak nung
      Namun saya sedang berusaha memaksakan diri untuk melakukannya

      Hapus
  2. Menerapkan 3M :Menulis menulis dan terus menulis, πŸ™πŸ’ͺ

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo 5M boleh gak Bu
      Menulis, menulis, menulis, menulis dan menulis...
      heheheeh ... semangat

      Hapus
  3. Wih cakeppp πŸ‘πŸ»πŸ‘πŸ»πŸ‘πŸ»
    Sesi tanya jawab dikemas dengan menarik. Asyik bacanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheh...
      saya tetap menunggu materi WB dari masternya loh Bu Dit...

      Hapus
  4. Terimakasih informasinya. Saya juga sementaa mengalamnya. Salam super pakπŸ™πŸΌπŸ‘πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus