Kita mundur ke tahun 2000 saat saya duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah pertama. Saat itu tepatnya siswa kelas tiga SMP sedang persiapan Ujian Nasional. Saya pun turut serta dalam persiapan Ujian Nasional yang diadakan setelah pulang sekolah setiap harinya. Kegiatan dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 14.30. Pembelajaran tambahan terkadang membosankan, rasa malas dan sudah letih seharian belajar di sekolah menambah penyakit malas menggelayuti tubuh lelah ini.
Saat penyakit malas sudah menghampiri. Ada saja teman yang mengkompori atau mendukung untuk madol (bolos) pemantapan ujian nasional. Tentunya ajakan itu sangat menggiurkan untuk dilakukan. Sudah terbayang pulang cepat dan langsung rebahan di rumah, bilang saja pulang cepat sama orang rumah. Beres!!!. Namun ajakan madol teman bukan pulang ke rumah, melainkan untuk main Play Station di rental dekat sekolah. Ajakan yang menarik, namun agak takut juga jika ketahuan. "Ndra ikut gak!" Ajak teman untuk main PS di rental dekat sekolah. "Gue sholat dulu yaa, tungguin!" jawab saya. "Oke, gue tunggu di warung es Bang Maman" jawab teman saya.
Akhirnya saya Madol
Main games sepakbola saat itu sedang sangat digemari. Games Winning Eleven namanya. Saya akhirnya madol juga, main bersama beberapa teman di ruko yang sederhana dan agak sempit. Setelah bermain kami diberikan kupon main PS, kupon itu bisa digunakan untuk main PS gratis. Caranya dengan mengumpulkan 10 kupon tersebut dan tukarkan kupon tersebut untuk mendapatkan main gratis 1 jam.
Kupon tersebut benar-benar menggiurkan. Pemantapan yang seharusnya diikuti setaiap hari, semenjak kenal dengan yang namanya main PS, pemantapan sering ditinggalkan. Karena terlalu terobsesi terhadap main game gratis, maka saya berinisiatif yang mengumpulkan kupon PS tersebut. Setiap selesai bermain PS, kuponnya saya kumpulkan dibawah tumpukan pakaian di lemari baju.
Saya ingat sekali, saat itu kupon sudah terkumpul 9 lembar, berarti tinggal 1 lembar lagi saya bisa mendapatkan gratis main game 1 jam. Rasanya sudah tidak sabar untuk menyerahkan 10 lembar kupon untuk ditukarkan dengan gratis main game 1 jam.
Bohong!! Ketahuan.
Naas!!! kupon yang sudah dikumpulkan sejak lama tidak berhasil saya temukan di dalam lemari. Padahal saya yakin saya menaruhnya tepat di bawah tumpukan levis berwarna biru tua. Kembali saya buka lemari dan saya keluarkan satu persatu baju dan celana yang ada didalamnya. Mungkin saja saya belum teliti mencarinya. Namun usaha saya sia-sia, karena apa yang saya cari tidak ditemukan. "Nyari apa kak?" tanya Ibu dari balik pintu, mungkin Ibu sudah memperhatikan saya dari tadi. "Nggak nyari apa-apa Bu!" jawabku yang tidak mungkin bilang mencari kupon PS.
Malam harinya bapak mengajak saya ngobrol setelah makan malam. Pembicaraan yang tidak biasa, karena bapak tiba-tiba menanyakan soal pemantapan apa saja yang sudah dipelajari di sekolah. Tentu saja saya tidak bisa menjawab dengan jujur, karena hampir setiap hari saya tidak mengikutinya. Jadi saya menjawab sekenanya saja dengan jawaban "Matematika Pak.". "Yakin Matematika?" tanya bapak penuh rasa tidak percaya. "...." saya hanya diam saja. "Tadi Ibu menemukan ini saat memasukkan baju yang sudah selesai disetrika" kata Ibu sambil menunjukkan beberapa lembar kupon yang saya cari. "..." saya semakin diam dan tertunduk merasa bersalah.
Pesan Bapak:
Bohong itu jangan ketahuan Kak!
Karena semakin kamu tutupi, semakin kamu ketahuan.
Karena kebohongan pasti akan terbongkar!!
Salam Literasi, Salam Indrakeren
#Day22NovAISEIWritingChallenge
Nah lo ketahuan bohongnya deh...
BalasHapusKeren pa ceritanya.
hehehehe....
Hapuspengalaman bu.
Hehehehe
BalasHapusKisah kasih di sekolah bersama PS....